
Hari ini, kawasan Malioboro, Yogyakarta, mengalami kemacetan parah akibat unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan oleh ribuan massa. Aksi yang berlangsung sejak pagi ini menuntut pembubaran kabinet yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo. Fokus utama pada penolakan terhadap Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Massa yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat, mahasiswa, hingga aktivis, berkumpul di pusat kota Yogyakarta. Untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan pemerintah.
Para pengunjuk rasa memblokade ruas jalan utama yang mengarah ke Malioboro, menyebabkan kerusakan parah pada lalu lintas di kawasan tersebut. Demonstrasi ini digelar sebagai bentuk protes atas keputusan Presiden Joko Widodo yang kembali menunjuk Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Indonesia Maju. Mereka juga mendesak agar kabinet yang ada dibubarkan dan dilakukan restrukturisasi pemerintahan untuk menggantikan para pejabat yang dianggap tidak memenuhi ekspektasi publik.
Penyebab Aksi Unjuk Rasa: Penolakan terhadap Prabowo
Aksi massa ini dipicu oleh sejumlah faktor. Salah satu penyebab utamanya adalah kekecewaan terhadap Prabowo yang selama ini dianggap tidak dapat memberikan perubahan signifikan dalam sektor pertahanan dan kebijakan keamanan negara. Meski pernah menjadi rival Presiden Jokowi dalam pemilihan presiden, Prabowo akhirnya bergabung dengan kabinet setelah Pemilu 2019.
Menurut salah satu perwakilan massa, Ahmad Ridwan, unjuk rasa ini adalah bentuk protes terhadap ketidakpuasan publik terhadap kinerja Prabowo yang dianggap tidak memadai. “Kami ingin pemerintah mendengar suara rakyat. Prabowo tidak mampu membawa perubahan yang diharapkan dalam kementerian pertahanan. Kami ingin kabinet ini dibubarkan dan dibentuk yang lebih baik,” ujarnya saat orasi di tengah kerumunan.
Selain itu, tuntutan untuk pembubaran kabinet ini juga didorong oleh ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi dan sosial yang dinilai tidak berpihak pada rakyat kecil. Beberapa peserta aksi mengungkapkan bahwa kenaikan harga barang pokok, serta minimnya lapangan kerja. Menjadi alasan tambahan yang memperburuk situasi dan memicu kemarahan masyarakat.
Tanggapan Pihak Berwenang dan Keamanan
Pihak kepolisian Yogyakarta telah menerjunkan ribuan personel untuk mengamankan jalannya demonstrasi dan menjaga ketertiban. Meskipun demikian, sejumlah bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan sempat terjadi, yang memperburuk situasi. Polisi terpaksa menggunakan peralatan pengendalian massa untuk membubarkan kerumunan yang semakin tidak terkendali.
Juru bicara kepolisian Yogyakarta, AKBP Surya Wirawan, mengatakan bahwa pihaknya telah berupaya untuk melakukan pendekatan persuasif kepada para pengunjuk rasa, namun ada beberapa oknum yang mencoba memprovokasi kerusuhan. “Kami berkomitmen untuk menjaga ketertiban umum dan keamanan masyarakat. Kami menghargai hak berpendapat, tetapi kami juga akan memastikan agar unjuk rasa ini tetap dalam koridor hukum,” jelasnya.
Reaksi Masyarakat Terhadap Unjuk Rasa
Di tengah-tengah ketegangan yang terjadi, beberapa warga Yogyakarta mengungkapkan pandangan mereka terhadap aksi yang berlangsung. Beberapa di antaranya mendukung tuntutan para pengunjuk rasa, sementara yang lain merasa terganggu dengan kemacetan yang terjadi di pusat kota.
Salah satu warga lokal, Siti Aisyah, mengungkapkan pendapatnya, “Saya mendukung aksi ini karena saya merasa pemerintah harus lebih memperhatikan rakyat. Kami ingin perubahan yang nyata, bukan hanya janji-janji kosong.” Namun, di sisi lain, Bambang Prasetyo, seorang pedagang di sekitar Malioboro, mengeluhkan dampak aksi tersebut terhadap pendapatan sehari-harinya. “Ini membuat saya sulit berjualan. Saya harap mereka bisa menyampaikan pendapatnya tanpa mengganggu orang lain,” ujarnya.
Dampak Ekonomi dan Pariwisata
Selain kemacetan yang mengganggu, aksi ini juga berdampak pada sektor ekonomi dan pariwisata di Yogyakarta. Malioboro yang selama ini dikenal sebagai kawasan wisata utama bagi turis domestik maupun mancanegara, kini tampak sepi akibat penutupan akses jalan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh unjuk rasa.
Menurut data dari Dinas Pariwisata Yogyakarta, sekitar 30% pengunjung Malioboro pada hari biasa adalah turis asing yang mengunjungi tempat tersebut untuk berbelanja dan menikmati keindahan kota. Dengan adanya aksi besar-besaran ini, para wisatawan terpaksa mengalihkan perencanaan perjalanan mereka, yang tentunya berdampak pada perekonomian lokal yang bergantung pada sektor pariwisata.
Pandangan Ahli Politik
Ahli politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Budi Santosa, mengungkapkan bahwa aksi seperti ini menunjukkan adanya ketidakpuasan yang mendalam dari masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Menurutnya, meskipun aksi tersebut sah sebagai bentuk protes, pemerintah harus melihatnya sebagai sinyal bahwa ada masalah besar dalam kebijakan mereka. “Pemerintah harus lebih responsif terhadap suara rakyat. Penolakan terhadap Prabowo bukan hanya soal politik, tetapi juga soal harapan rakyat terhadap perubahan yang lebih baik,” jelasnya.
Prof. Budi juga menambahkan bahwa meskipun aksi ini menuntut pembubaran kabinet, langkah-langkah yang lebih konstruktif seperti dialog dengan masyarakat dan transparansi dalam pengambilan keputusan perlu dilakukan untuk meredakan ketegangan yang ada.